JAKARTA – Pesawat luar angkasa berkecepatan cahaya selalu menjadi dambaan umat manusia. Tampaknya mimpi ini tidak akan menjadi kenyataan karena hampir tidak mungkin membangun kapal seperti itu. Para ilmuwan mengatakan bahwa membangun pesawat luar angkasa dengan kecepatan cahaya adalah hal yang mustahil karena tidak masuk akal.

Diumumkan IFL Science pada Rabu (6/12/2023), empat ilmuwan dari University of California, Berkeley, AS, yakni David G. Messerschmitt, John Morrison, Thomas J. Mozdzen, dan Philip Lubin sedang membahas hal tersebut. Ini Alasan Pesawat Luar Angkasa Berkecepatan Cahaya Mustahil Diciptakan

Laporan bertajuk “Relativistic Time and Communication Challenges Due to Relativistic Travel” menyebutkan bahwa gagasan membangun pesawat luar angkasa dengan kecepatan cahaya mustahil terwujud.

Masalahnya, jika ingin mengirim pesawat luar angkasa dengan kecepatan cahaya ke luar Bumi, banyak kendalanya. Dalam pandangan mereka, masalah komunikasi membuat pesawat luar angkasa tidak mungkin melakukan perjalanan dengan kecepatan cahaya. Awalnya, komunikasi dua arah antara Bumi dan pesawat ruang angkasa akan berfungsi dengan baik.

Hal ini terjadi karena kecepatan cahaya masih sangat terbatas jika berada di dalam orbit bumi. Hanya komunikasi jarak jauh yang terjadi dari Bumi. Sebuah pesawat luar angkasa yang melaju dengan kecepatan cahaya tidak dapat menerima pesan dari Bumi. “Tampaknya pesawat luar angkasa itu tidak lagi melakukan kontak dengan Bumi,” kata laporan itu.

Kalaupun ingin tetap berkomunikasi, diperlukan antena khusus. Hanya antena yang mendeteksi cahaya yang mengubah frekuensi seiring waktu.

Pesawat terbang juga akan mengalami fenomena aneh. Secara teori, suatu benda yang mendekati kecepatan cahaya akan mengalami pelebaran waktu. Pengaturan ini mempunyai efek memperlambat putaran jam.

Semua pesan dikumpulkan pada titik perlambatan. Jadi pesan yang dikirim tidak akan sampai ke pesawat luar angkasa seperti yang diharapkan. Ini Alasan Pesawat Luar Angkasa Berkecepatan Cahaya Mustahil Diciptakan

Oleh karena itu diperlukannya teknologi otonom yang dapat mengatasi permasalahan komunikasi tersebut. “Konsep interaksi sederhana tidak akan berhasil pada pesawat ini,” tulis para peneliti dalam laporannya.